Terlihat Marsha
sangat bosan di kamarnya. Dia hanya mengutak atik handphonenya dan sesekali
melirik jam yang melingkar di tangannya. Ya, mau bagaimana lagi diluar gerimis
– gerimis kecil menghiasi langit dan membasahi jalan sore ini. Marsha sengaja
tidak menyalakan AC kamarnya dan membiarkan jendela terbuka lebar menikmati
hembusan dingin alami yang masuk memenuhi ruang kamarnya, suasana inipun
membuat mata Marsha ingin sekali terpejam.

Marsha sangat
kaget dari pesan singkat itu. Aldo yang selama ini dia rasa nggak mungkin bisa
dekat denganya, Aldo yang selama ini hanya mencintai Saras, Aldo yang selama
ini terlihat bagaikan sosok pangeran berkuda, sekarang tiba – tiba mengirim SMS
seperti ini.
“ Hah! Ini Aldo beneran atau enggak sih? Kesambet
apa dia?” Tanya Marsha dalam hati, sembari
mengetik pesan balasan untuk Aldo.
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
“ Cerita ke
Disil nggak ya? Cerita aja deh, eh tapi jangan dulu ntar malah bocor ma anak –
anak NS ntar, besok aja deh ceritanya.”
“ Besok pake
baju apa ya? Terus pake sepatu apa sendal ya? Eh kok jadi ribet gini sih, biasanya
kalo mau jalan ma Disil nggak ribet gini. Ahhh kok malah deg – deg an, apa ini
ya yang namanya... ahh nggak! Nggak mungkin come on Marsha jangan Gr dulu, bisa
aja Aldo lagi butuh temen curhat atau apa gitu, tapi.. ”
“Ahh tapi nggak
mungkin cinta ma ketua sendiri apalagi di NS kan nggak boleh pacaran antar
anggota aktif, tapi rasanya kok kayak gini?”
Marsha kembali
berdeabat dengan dirinya sendiri, rasa suka bagi Marsha memang sudah terlalu
mainstream, namun untuk rasa cinta baru kali ini Marsha merasakanya. Rasa yang
aneh, ada senang dalam hatinya, namun ada juga rasa yang membuatnya sangat
bingung.
“ Aldo? Apa aku
suka ya ma Aldo? Tapi nggak mungkin lah! Nggak! Nggak! Nggak mungkin Marsha!”
Kata Marsha dalam hati.
Tiba – tiba.
JEDDAAAAAR!
Suara petir
membuat Marsha sangat kaget dan langsung keluar dari kamarnya.
“Mamaaaa!” Dia
mencoba memanggil mama nya. Namun, saat dia tiba adi anak tangga terakhir
Marsha tersadar bahwa Mama nya baru diluar kota menemani papa nya bertugas
untuk beberapa hari disana.
“Loh mbak Marsha
ini gimana to, Lha wong Ibu sama
Bapak kan lagi ke Surabaya, lah kok malah dicariin.” Celetuk Mbok Inah saat
mendengar aku memanggil mama.
“ Aah iya mbok,
Marsha tadi lupa hehehe, mbok makan malam pakek apa?”
“Ooo itu sudah
mbok bikinin makanan kok, udah ada di meja makan.”
“Makasih ya mbok.” Ucap Marsha dengan
diiringi senyum nya yang manis.
----
Malam ini Marsha
tidak bisa tidur secepat biasanya. Waktu pagi seakan sangat lama bagi Marsha.
“Huh! Pagi aja
belum, apalagi nunggu jam 11 siang.” Gerutunya dalam hati.
Tiba - tiba.
Sebuah lagu
berbunyi dari handphone Marsha. Sebuah lagu jazz dari Kenny G kesukaannya. Yah,
itu sempat membuatnya sedikit kaaget, karena tidak mungkin hampir jam 11 malam
ada telepon masuk.
Dan ternyata....
“Aldooo! Ngapain
dia telon malam – malam gini?”
“H-halo?
Marsha?”
“Eh Aldo, ada
apa Al? Tumben malem – malem gini telpon?” Tanyaku mencairkan suasana yang
sempat beku. Tidak pernah aku lihat Aldo bicara terbata – bata seperti ini. Dan
suaranya, aduh bikin melting. Lembut banget, bikin hati ini dag dig dug. Aihh.
“Nggak apapa
sih, aku kira kamu belum tidur jadi aku coba nelpon kamu. Kok belum tidur Sha?
Biasanya jam 9 aja udah tidur, hehehe” Katanya sambil tertawa kecil.
“Kalau kamu mau tahu aku belum tidur kenapa karena
aku belum tidur soalnya aku mikirin kamu Al, mikirin buat besok. Aku harus
pakek baju gimana, aku harus bertingkah gimana, aku nggak tahu.”
“Haloo,Marsha?
Belum tidur kan?”
“Kok nggak kayak biasanya. Suaranya kok lembut gini
sih, aiiih bikin aku melting. Tuhan boleh ya kalau aku jatuh cinta ma Aldo,
bayangin kharismanya aja udah bikin hati gimana gitu, apalagi bener-bener
dapetin dia.”
“Marsha,
Marsha?”
“Haa i-iya, iya
apa tadi? Sorry ya sorry.”
“Iya, kamu belum
tidur? Biasanya jam 9 udah tidur, hehehe”
“Haaa tau dari
mana? Iya nih tumben belum ngantuk. Kamu kok juga belum tidur.” Tanya Marsha
berbasa – basi.
“Sama belum
ngantuk juga. Aku tahu ini dari Disil sama Dika. Mereka kan lagi pendekatan
gitu hehe.” Aldo bercerita dengan senangnya.
“Oo jadi biar
mereka bisa ngobrol bahan obrolannya aku?”
“Nggak cuma
kamu, Sha tapi aku juga. Yah, mungkin Disil belum sempat cerita ke kamu.”
Marsha dan Aldo
mengobrol sampai hampir jam 12 malam, dan ini berakhir setelah suara Marsha
sudah tidak terdengar oleh telinga Aldo.
“Sha? Marsha? Udah
tidur ya. Ok deh good night ya have a nice dream. Mimpiin aku aja ya, aku juga
pasti mimpiin kamu. Aku tutup ya telpon nya. Bye.”
-----
Marsha seakan
ingin sekali memutar jarum –jarum jam agar bisa lebih cepat menuju pukul 11
siang. Namun, detikan jarum jam tetaplah menjadi detikan jarum jam yang tidak
akan pernah berputar lebih cepat walaupun hanya satu menit saja. Belum sampai jam
11 Marsha sudah rapi mengenakan dress ala anak muda masa kini dengan pita kecil
yang bersemai di rambut panjangnya, tak ketinggalan sepatu docmart andalanya
sudah terpakai di kaki jenjangnya.
Ketukan pintu
rumahnya menyudahi lamunan Marsha dan terlihat Aldo telah berdiri di ambang
pintu dan seakan dia menjadi rasa pemuas setelah penantian panjang Marsha.
“Hai, Sha kita
jalan sekarang aja ya, aku udah beli tiket nonton buat jam 12 soalnya.”
“Oooh, iya iya ayo.” Jawab Marsha dengan penuh keceriaan
yang lebih terasa dibanding hari – hari biasanya.”
“Mama atau Papa
kamu ada? Aku mau pamit soalnya. Masa’ ngajak anaknya pergi ngga pamit. Hehe”
“Mama sama Papa
baru ke Rumah Sakit jenguk temenya Papa. Tapi tadi aku udah pamit kok. Jadi,
tenang aja laah.”
“Ini cowok bertanggung jawab banget sih, lama – lama
nggak kuat nih bisa langsung jatuh cinta nih. Aaa tapi NO NO NO marsha JUST
CARE aja!!” Gerutu Marsha dalam hatinya.
“Ooo, oke lah
kalo gitu.” Jawab singkat Aldo yang kemudian tak ada kata –kata yang keluar
lagi.
Sepanjang
perjalanan hati Marsha seperti mau copot, dan dia bingung ingin membuka obrolan
seperti apa. Marsha lebih memilih diam dan menunggu Aldo untuk memulai
percakapan. Namun Marsha merasa dia begitu dekat dengan Aldo dan seakan ingin
perjalanan ini semakin jauh bukan semakin dekat.
Laju motor Aldo
terhenti ketika mereka berpapasan dengan pria berbaju kuning, yah dia petugas
parkir di Mall ini. Mereka langsung menuju lantai 4, lantai dimana mereka akan
menghabiskan hampir 2 jam mereka bersama, entah dalam keheningan atau
kerenyahan canda tawa. Menit demi menit berlalu, mereka tetap dalam diamnya.
Film yang mereka lihat sebenarnya cukup romantis namun Marsha idak menikmati
filmnya karena rasa yang mengalir di tubuhnya lebih mengalihkan perhatianya..
Mendekati
endding adegan di film semakin romantis. Si pria mendekati Si wanita dan
memeluknya dengan tatapan tidak ingin dipisahkan. Tiba – tiba jemari Aldo
mendekap jemari kecil Marsha. Ini membuat Marsha kaget sekaligus khawatir.
“Duh, mau apa dia? Harus gimana aku?”
“Marsha, keluar yuk, udah mau selesai ini film.” Ajak
Aldo dengan suara yang lembut yang abru didengar Marsha dua kali ini.
Dengan senyumnya
yang mengembang “Ayo, Al tapi makan dulu yaa, hehe” Suara Marsha semakin
terlihat manja saat dia kelaparan.
Tanpa melepaskan
gandengannya, mereka berjalan beriringan menuju tempat makan yang ada di
foodcourt. Semakin erat Aldo menggandeng Marsha begitupun Marsha sudah merasa
tidak canggung lagi terhadap Aldo. Mereka seakan lupa kalau Aldo adalah Ketua
NS dan Marsha hanyalah anggota NS.
“Sha, duduk sini
aja ya? Biar deket sama stand makan nya.”
“Iya, duduk mana
– mana boleh. Asal jangan di eskalator duduknya. Hehe” Canda Marsha memecah
keheningan sedari tadi.
“Itu kamu aja
Sha, biar disamperin satpam haha.”
“Yeee, itu kamu
aja. Aku kan cuma ngasih ide.”
“Gimana kalo
kita berdua aja Sha, biar tambah so sweet gitu. Haha”
“Issh alay nya.
Hehe”
Mereka berdua
semakin akrab dan dekat. Sampai saat yang Marsha tidak pernah duga.
“Marsha, aku
boleh bilang sesuatu?” Dengan menggenggam tangan Marsha Aldo, tersirat apa yang
ingin dikatakan Aldo.
“Aaa, i - iya
apa?” Jawab Marsha yang sedikit terbata.
“Kalo aku boleh
jujur, aku sayang ma kamu. Mungkin ini terlalu cepat buat kamu. Tapi aku udah
punya perasaan ini sejak setahun lalu, awal kita masuk NS. Aku – aku tahu ini
mungkin nggak mungkin, tapi aku udah nggak tahan Sha, aku nggak tahan ma
perasaanku sendiri.” Kata –kata Aldo bagaikan petir yang menyabar di siang
bolong. Disatu sisi Marsha sangat bahagia, namun disisi lain bagaimana dengan
NS.
“Marsha? Sha?”
“Aa iya – iya,
aku sayang sama kamu tapi aku juga sayang sama NS. Di NS kan juga ngelarang
pacaran seorganisasi. Apalagi kamu ketua, Al. Kamu panutan. Dan bukannya kamu
cinta sama Saras?”
“Aku tahu, dan
aku udah mikirin hal itu. Rasa sayangku lebih besar dibanding rasa takut ku
terhadap peraturan itu. Dan soal Saras, dia Cuma aku jadiin pelampiasan. Biar
rasaku ke kamu nggak ada yang tahu.” Keterangan Aldo membuat Marsha semakin
yakin bahwa Aldo benar – benar cinta kepadanya. “ jadi, Sha I want you to be
mine,”
“Yes, I’ll be
yours Al. But I’m afraid.’
“everything
gonna be okay, honey”
Sejak saat ini,
hari – hari Marsha tidakseperti biasanya. Ada Aldo yang menemaninya. Walaupun
tidak ada yang tahu tentang hubungan Marsha dan Aldo yang sebenarnya. Hari – hari Marsha semakin berwarna, dihiasi
canda dan tawa. Tatapan Aldo
begitu lembut menatap Marsha seakan menyiratkan begitu dalamnya cinta Aldo.